HTML5 Powered with CSS3 / Styling, and SemanticsLevel Double-A conformance, 
          W3C WAI Web Content Accessibility Guidelines 2.0

Bantuan Hukum

  1. PENDAHULUAN

    Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu telah berlangsung sejak tahun 1980 hingga sekarang Dalam kurun waktu tersebut, banyak hal yang menunjukkan bahwa pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu sangat diperlukan, dan diharapkan adanya peningkatan atau intensitas pelaksanaan bantuan hukum dari tahun ke tahun.

    Arah kebijaksanaan dari program bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu, disamping memberdayakan keberadaan dan kesamaan hukum bagi seluruh lapisan masyarakat, juga bertujuan untuk menggugah kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, yaitu melalui penggunaan hak yang disediakan oleh Negara dalam hal membela kepentingan hukumnya di depan Pengadilan.

    Dalam rangka pemerataan pemberian dana bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu, pada awal pelaksanaannya di tahun anggaran 1980/1981 sampai dengan 1993/1994 hanya disalurkan melalui Pengadilan Negeri sebagai lembaga satu-satunya dalam penyaluran dana bantuan hukum, maka sejak tahun anggaran 1994/1995 hingga sekarang, penyaluran dana bantuan hukum disamping melalui Pengadilan Negeri juga dilakukan melalui Lembaga Bantuan Hukum yang tersebar di wilayah hukum Pengadilan Negeri. Dengan demikian dana bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dapat disalurkan melalui :

    1. Dana Bantuan Hukum melalui Pengadilan Negeri; atau

    2. Dana Bantuan Hukum yang disediakan di Lembaga Bantuan Hukum

    Sebagaimana diketahui, bahwa penegakan hukum melalui lembaga peradilan tidak bersifat diskriminatif. Artinya setiap manusia, baik mampu atau tidak mampu secara sosial-ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukum di depan pengadilan. Untuk itu diharapkan sifat pembelaan secara cuma-cuma dalam perkara pidana dan perdata tidak dilihat dari aspek degradasi martabat atau harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan terhadap hukum dan kemanusiaan yang semata-mata untuk meringankan beban (hukum) masyarakat tidak mampu.

    Lembaga Bantuan Hukum atau Advokat sebagai pemberi bantuan (pembelaan) hukum dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu, diharapkan kesediaannya untuk senantiasa membela kepentingan hukum masyarakat tidak mampu, walaupun Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum hanya menyediakan dana yang terbatas

  2. DASAR PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

    Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini :

    1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;

      1. Pasal 13 (1) tentang : Organisasi , administrasi , dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

      2. Pasal 37 tentang : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperloleh bantuan hukum.

    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana :

      1. Pasal 56 (1) tentang : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penaeihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka ;

      2. Pasal 56 (2) tentang : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

    3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG tentang : Barangsiapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma.

    4. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 1996, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum

    5. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

    6. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui LBH.

  3. TUJUAN PROGRAM BANTUAN HUKUM

    1. Aspek Kemanusiaan

      Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperolah pembelaan dan perlindungan hukum.

    2. Peningkatan Kesadaran Hukum

      Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajibannya secara hukum.

  4. PENGERTIAN BANTUAN HUKUM

    Bantuan yang dimaksud dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu, adalah bantuan jasa berupa :

    1. Memberikan nasehat atau advis hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya;

    2. Bertindak sebagai pendamping atau kuasa hukum, untuk menyelesaikan perselisihan tentang hak dan kewajiban (perdata) seseorang di depan Pengadilan;

    3. Bertindak sebagai pendamping dan pembela, terhadap seseorang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana di depan Pengadilan.

  5. PEMBELA (ADVOKAT) DALAM PROGRAM BANTUAN HUKUM

    Pemberian bantuan (pembelaan) hukum bagi masyarakat tidak mampu. Hanya dapat dilakukan oleh Advokat yang sudah terdaftar pada Pengadilan Tinggi setempat. Pemberian bantuan hukum tersebut dapat dilakukan melalui :

    1. Bantuan (pembelaan) hukum yang dilakukan oleh Advokat secara perorangan

    2. Bantuan (pembelaan) hukum yang dilakukan oleh Advokat secara kelembagaan melalui Lembaga Bantuan Hukum setempat.

  6. MASYARAKAT (TERPERKARA) DALAM PROGRAM BANTUAN HUKUM

    Kriteria dan sifat bantuan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum terhadap masyarakat yang berperkara (pidana dan perdata) di depan Pengadilan adalah sebagai berikut :

    1. Dana bantuan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, adalah terhadap gologan (kriteria) masyarakat tidak mampu yang berperkara di Pengadilan.

    2. Dana bantuan hukum tersebut tidak diberikan secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkannya, melainkan diberikan dalam bentuk imbalan jasa kepada Advokat yang sudah menyelesaikan kasus/perkara dari masyarakat yang bersangkutan.

  7. BAGAIMANA DAN KEMANA MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM

    1. Tempat Memperoleh Informasi

      Masyarakat tidak mampu yang menghadapi perkara di Pengadilan, dalam rangka kepentingan dan pembelaan hak-hak hukumnya, dapat meminta keterangan (informasi) dari instansi-instansi setempat misalnya:

      1. Pengadilan Negeri / Tinggi;

      2. Kejaksanaan Negeri / Tinggi;

      3. Lembaga Bantuan Hukum.

    2. Cara Memperoleh Bantuan Hukum

      Untuk mendapatkan bantuan hukum yang disediakan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, masyarakat wajib mempersiapkan:

      1. Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/Lurah setempat; atau

      2. Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Pengadilan Negeri setempat; atau

      3. Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum setempat.

  8. ASAS HUKUM DALAM PERKARA PIDANA

    Dalam proses peradilan pidana, baik yang menyangkut hukum material dan formil, dikenal asas-asas yang bertujuan untuk mendudukkan hukum pada tempat yang sebenarnya. Untuk itu, ada ketentuan-ketentuan hukum dalam UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang wajib dipenuhi ketika seseorang harus didakwa dan dihukum melalui Pengadilan, misalnya :

    1. Pasal 6 (1) :

      Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang (Nullum delictum sine praevia lege).

    2. Pasal 6 (2) :

      Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

    3. Pasal 8 :

      Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Presumption of innocense).

    4. Pasal 37 :

      Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

    Berdasarkan asas-asas hukum tersebut di atas, dalam hubungannya dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHP, maka Program Bantuan Hukum bagi Masyarakat Tidak mampu mempunyai arti penting bagi terselenggara dan terpeliharanya prinsip-prinsip hukum dalam proses peradilan pidana.

  9. ASAS HUKUM DALAM PERKARA PERDATA

    Dalam proses peradilan perdata, baik yang menyangkut hukum materil dan formil, dikenal asas-asas yang bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum dari para pihak (penggugat dan tergugat) yang berperkara di Pengadilan. Adapun asas-asas hukum tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

    1. Bahwa UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menganut asas peradilan berbiaya ringan dan asas persamaan perlakuan terhadap pihak-pihak yang berperkara, yaitu:

      1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang (Pasal 5 ayat 1).

      2. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 5 ayat 2).

    2. Bahwa Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) menganut beberapa asas yang menyangkut kepentingan keperdataan para pihak yang berperkara, yaitu:

      1. Para pihak dalam perkara perdata (penggugat dan tergugat) dapat memilih salah satu dari upaya penyelesaian sengketa perdata, yaitu upaya yang dilakukan melalui pengadilan atau upaya yang dilakukan di luar pengadilan (melalui upaya perdamaian).

      2. Dalam hal penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan :

        • Para pihak berperkara dapat menghadap sendiri proses persidangan atau meminta bantuan hukum dari Advokat. (Pasal 118 HIR / 142 RBG).

        • Ketua Pengadilan Negeri memberi nasehat dan pertolongan kepada orang yang menggugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan tuntutannya. (Pasal 119 HIR / 143 RBG).

        • Jika orang yang menggugat tidak pandai menulis, maka tuntutannya boleh dilakukan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua itu mencatat tuntutan tersebut atau menyuruh mencatatnya. (Pasal 120 HIR / 144 RBG).

        • Sebelum memeriksa perkara dalam sidang pertama, Ketua Majelis Sidang atau Hakim yang menyidangkan diwajibkan untuk mengusahakan tercapainya suatu perdamaian diantara mereka yang berperkara. (Pasal 130 HIR / 154 RBG).

        • Dalam hal penggugat atau tergugat tidak mampu menanggung biaya perkara, mereka dapat memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma. (Pasal 237 HIR / 273 RBG).

    Berdasarkan asas-asas hukum perdata tersebut di atas, khususnya asas yang termuat dalam Pasal 237 HIR / 273 RBG, maka Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak mampu mempunyai arti penting bagi terselenggara dan terpeliharanya prinsip-prinsip hukum dalam proses peradilan perdata.

 

Hak Pelapor dan Terlapor

HAK-HAK PELAPOR DAN TERLAPOR
BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NO. 076/KMA/SK/VI/2009



HAK-HAK PELAPOR

  • Mendapatkan perlindungan kerahasian identitas.
  • Mendapatkan kesempatan untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa paksaan dari pihak manapun.
  • Mendapatkan informasi mengenai tahapan laporan pengaduan yang didaftarkan.
  • Mendapatkan perlakukan yang sama dan setara dengan terlapor dalam pemeriksaan.


HAK-HAK TERLAPOR

  • Membuktikan bahwa ia tidak bersalah dengan mengajukan saksi dan alat bukti lain.
  • Meminta berita acara pemeriksaan (BAP) dirinya.

Hak Pencari Keadilan

(Pasal 6 ayat 1 huruf c SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007)

  • Berhak memperoleh Bantuan Hukum
  • Berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh Penuntut Umum
  • Berhak segera diadili oleh Pengadilan
  • Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan.
  • Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya.
  • Berhak memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim.
  • Berhak mendapatkan bantuan juru bahasa/penerjemah jika tidak paham bahasa Indonesia.
  • Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.
  • Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
  • Bagi orang asing berhak menghubungi/berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses persidangan.
  • Berhak menghubungi/menerima kunjungan dokter pribadinya dalam hal terdakwa ditahan.
  • Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang.
  • Berhak menghubungi/menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum.
  • Berhak menghubungi/menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan perkaranya untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya.
  • Berhak mengirim/menerima surat ke/dari Penasehat hukumnya atau keluarganya setiap kali diperlukan olehnya.
  • Berhak menghubungi / menerima kunjungan rohaniawan.
  • Berhak diadili dalam sidang yang terbuka untuk umum.
  • Berhak untuk mengajukan saksi atau saksi ahli yang menguntungkan bagi dirinya.
  • Berhak segera menerima atau menolak putusan.
  • Berhak minta banding atas putusan pengadilan, dalam waktu yang ditentukan undang-undang, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan dalam acara cepat.
  • Berhak untuk mencabut atas pernyataanya menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
  • Berhak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
  • Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP.

(Pasal 50 s/d 68 dan pasal 196 uu no.8 tahun 1981 tentang KUHAP)

 

Tata Cara Memperoleh Informasi

Tata Cara Memperoleh Informasi 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

  1. Pemohon Informasi berhak untuk meminta seluruh informasi yang berada di Badan Publik kecuali
    1. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat: Menghambat proses penegakan hukum; Menganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; Membahayakan pertahanan dan keamanan Negara; Mengungkap kekayaan alam Indonesia; Merugikan ketahanan ekonomi nasional; Merugikan kepentingan hubungan luar negeri; Mengungkap isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; Mengungkap rahasia pribadi; Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau Pengadilan; Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undangundang.
    2. Badan Publik juga dapat tidak memberikan informasi yang belum dikuasai atau didokumentasikan.
  2. Pastikan Mendapat Tanda Bukti Permohonan Informasi Berupa Nomor Pendaftaran ke Petugas Informasi/PPID. Bila tanda bukti permohonan informasi tidak diberikan, tanyakan kepada petugas informasi alasannya, mungkin permintaan informasi anda kurang lengkap.
  3. Pemohon Informasi berhak mendapatkan pemberitahuan tertulis tentang diterima atau tidaknya permohonan informasi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan informasi oleh Badan Publik. Badan Publik dapat memperpanjang waktu untuk memberi jawaban tertulis 1 x 7 hari kerja, dalam hal: informasi yang diminta belum dikuasai/didokumentasikan/ belum dapat diputuskan apakah informasi yang diminta termasuk informasi yang dikecualikan atau tidak.
  4. Biaya yang dikenakan bagi permintaan atas salinan informasi berdasarkan surat keputusan Pimpinan Badan Publik adalah (diisi sesuai dengan surat keputusan Pimpinan Badan Publik)
  5. Apabila Pemohon Informasi tidak puas dengan keputusan Badan Publik (misal: menolak permintaan Anda atau memberikan hanya sebagian yang diminta), maka pemohon informasi dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan informasi ditolak/ditemukannya alasan keberatan lainnya. Atasan PPID wajib memberikan tanggapan tertulis atas keberatan yang diajukan Pemohon Informasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima/dicatatnya pengajuan keberatan dalam register keberatan.

Tata Tertib Persidangan

Tata Tertib Persidangan

Diberitahukan kepada Para Pengunjung sidang, baik yang berada di dalam ruang persidangan maupun yang berada di luar persidangan agar membantu kelancaran jalannya persidangan dengan cara menghormati tata tertib persidangan sebagai berikut :

    1. Tidak boleh membuat kegaduhan, duduk dengan tenang dan sopan serta tidak diperkenankan merokok. ;
    2. Selama berada dalam ruang sidang agar semua jenis alat komunikasi di non aktifkan / silent. ;
    3. Hakim Ketua Sidang memelihara tata tertib persidangan dan segala sesuatu yang diperintahkannya wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat. ;
    4. Dalam ruang siapapun wajib menuinjukkan sikap hormat kepada Pengadilan. ;
    5. Bahwa untuk keamanan persidangan, siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, atau alat maupun benda yang dapat membahayakan, sehingga siapapun juga yang membawanya wajib menitipkan ditempat yang telah disediakan untuk itu. ;
    6. Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya dapat mengadakan pengeledahan dan apabila yang bersangkutan meninggalkan ruang persidangan maka petugas wajib menyerahkan kembali. ;
    7. Siapapun yang berada di ruang sidang Pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat Pengadilan dan tidak mentaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari Hakim Ketua Sidang, atas perintahnya yang bersangkutan di keluarkan dari ruang sidang. ;

Demikian agar diperhatian dan ditaati Tata Tertib ini, terima kasih.